Minggu, 02 Desember 2012

Sambutan Menteri Negara Riset dan Teknologi, Kuliah Umum Universitas Palangkaraya, Kalimantan Tengah, 19 Oktober 2012

Palangkaraya, 19 Oktober 2012


KEYNOTE SPEECH
MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI

PADA
“KULIAH UMUM: PERANAN PERGURUAN TINGGI DALAM PENINGKATAN KAPASITAS SUMBER DAYA MANUSIA DAN IPTEK UNTUK MENYUKSESKAN MP3EI”

Universitas Palangkaraya - Kalimantan Tengah
19 Oktober, 2012


Yang saya hormati,
Rektor Universitas Palangkaraya  -   Dr. Henry Singarasa, MS
Para rektor dari univ Muhammadiyah, univ Kristen dan Stain
Sivitas Akademika Universitas Palangkaraya;
Dewan Riset Daerah
para peserta Kuliah Umum yang berbahagia;


Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua.

Pertama-tama marilah kita  panjatkan puji syukur ke Hadirat Allah SWT, atas nikmat dan karunia-Nya sehingga pada hari ini kita dapat bersama berkumpul di Kampus Universitas Palangkaraya yang kita cintai untuk mengikuti acara kuliah umum yang saya berikan judul: PERANAN PERGURUAN TINGGI DALAM PENINGKATAN KAPASITAS SUMBER DAYA MANUSIA DAN IPTEK UNTUK MENYUKSESKAN MP3EI”

Hadirin sekalian yang saya hormati,
Sesuai dengan UU No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025, bahwa pembangunan ekonomi diarahkan kepada peningkatan daya saing dan ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge based economy). Dalam hal ini, maka penguatan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Ilmu Pengetahuan serta Teknologi (Iptek) merupakan salah satu pilar penting untuk mewujudkan hal tersebut sehingga kita bersama-sama harus mendorong proses peningkatan kualitas SDM dan Iptek ini.

Indonesia adalah negara yang dikaruniai hampir semua prasyarat untuk mampu menjadi kekuatan besar dalam perekonomian dunia. Kekayaan sumberdaya alam yang beragam dan melimpah, jumlah penduduk yang besar dan keragaman budaya, serta posisi geostrategis yang mempunyai akses ke jaringan mobilitas global.

Satu contoh yang bisa saya sebutkan disini adalah tentang kakao. Indonesia merupakan produsen kakao kedua terbesar dunia, dengan menyumbang 18 persen dari pasar global. Secara nasional, komoditas kakao menghasilkan devisa terbesar ketiga setelah kelapa sawit dan karet. Devisa dari kakao pada tahun 2009 mencapai USD 1,38 miliar (berasal dari biji dan kakao olahan). Biji kakao olahan menghasilkan cocoa butter (lemak kakao) dan cocoa powder (bubuk kakao) yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat dunia terutama di Amerika dan Eropa, dimana permintaan kakao mencapai 2,5 juta ton per tahun. Indonesia mentargetkan pada tahun 2025 mampu memproduksi 2,5 juta ton biji kakao dengan nilai ekspor USD 6,25 miliar. Menurut data ICCO (International Coffee and Cocoa Organization) permintaan kakao dunia terus tumbuh sekitar 2– 4 persen per tahun bahkan dalam 5 tahun terakhir tumbuh 5 persen per tahun (3,5 juta ton/tahun). Negara Cina dan India dengan penduduk yang besar menjadi potensi pasar kakao dari Indonesia.

Kita juga harus ingat bahwa nilai ekonomi dari berbagai komoditi sumber daya alam cenderung mengalami penurunan relatif terhadap nilai ekonomi produk-produk teknologi yang kita butuhkan untuk mendukung pelaksanaan pembangunan serta meningkatkan taraf hidup masyarakat. Apabila keadaan ini terus berlangsung, maka dalam jangka panjang kita tidak akan mampu mengimbangi pembiayaan impor dengan pendapatan ekspor. Dengan demikian, kita juga harus mengakumulasikan kapasitas Iptek agar bangsa ini dimasa mendatang dapat menghasilkan produk-produk teknologi yang mampu bersaing di pasar global.

Program penguatan peningkatan kapasitas Iptek yang ingin kita kembangkan harus mengikuti 3 prinsip dasar teknologi yakni
Teknologi untuk meningkatkan produktivitas, berupa inovasi pengembangan protipe yang sudah teruji dan diproduksi untuk dipergunakan seperti converter kit (konversi BBM ke BBG). Mobil listrik, sel surya, mikrohidro dan lain-lain.
Teknologi untuk pelayanan dalam rangka memenuhi hajat hidup orang banyak. Contohnya dalam
  • bidang pemerintahan : e-KTP, e-Voting, Mesin Pewarta;
  • bidang kesehatan : radioisotope, ultrasonografi, vaksin, jarum suntik dan lain-lain
  • bidang pangan : mesin pengering gabah dan lain-lain
Teknologi untuk perlindungan sumber daya alam dan lingkungan hidup, seperti teknologi yang digunakan untuk pengendalian banjir, tanah longsor, gempa, tsunami, polusi, kebakaran hutan, pengelolahan limbah, air bersih dan reklamasi alokasi tambang.

Untuk mewujudkan hal tersebut, Indonesia memerlukan suatu transformasi ekonomi berupa percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi. Melalui visi “Mengangkat Indonesia menjadi negara maju dan merupakan kekuatan 12 besar dunia di tahun 2025 melalui pertumbuhan ekonomi tinggi yang inklusif dan berkelanjutan”, pemerintah telah mengeluarkan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang didasari oleh semangat not business as usual, dan melibatkan seluruh stakeholder.

Melalui Perpres No. 32 tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025, telah menetapkan Strategi pelaksanaan MP3EI dilakukan dengan mengintegrasikan 3 (tiga) elemen utama yaitu: (1) mengembangkan potensi ekonomi wilayah di 6 (enam) Koridor Ekonomi Indonesia, yaitu: Koridor Ekonomi Sumatera, Koridor Ekonomi Jawa, Koridor Ekonomi Kalimantan, Koridor Ekonomi Sulawesi, Koridor Ekonomi Bali–Nusa Tenggara, dan Koridor Ekonomi Papua–Kepulauan Maluku; (2) memperkuat konektivitas nasional yang terintegrasi secara lokal dan terhubung secara global (locally integrated, globally connected); (3) memperkuat kemampuan SDM dan Iptek nasional untuk mendukung pengembangan program utama di setiap Koridor Ekonomi. Pilar ketiga (3) yakni memperkuat kemampuan SDM dan Iptek dapat menjadi cara untuk meningkatkan kualitas produk nasional sehingga produk dalam negri dapat bersaing dengan produk – produk dari luar dan mendorong masyarakat kita untuk lebih mencintai produk nasional. 

Hadirin sekalian yang saya hormati,
Secara praktis agenda ini merupakan bagian integral dalam sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Pada prinsipnya, dokumen MP3EI tidak menggantikan peranan dari RPJMN, melainkan menjadi dokumen kerja yang sifatnya komplementer. Secara filosofis agenda MP3EI tersebut lebih mengedepankan spirit “Business as Not Usual”. Spirit ini dimanifestasikan kepada tiga hal, pertama, MP3EI lebih mengedepankan terobosan strategi dan kebijakan, dimana titik berat pendekatan lebih berorientasi pada solusi bukan pada pendekatan masalah yang dihadapi. Kedua, MP3EI lebih menitikberatkan pada akselerasi transformasi ekonomi, dengan pendekatan peningkatan value added, peningkatan investasi, pengintegrasian sektoral dan regional, serta fasilitasi percepatan investasi swasta. Ketiga, MP3EI juga lebih menekankan pada input dan pendapat dari relevance satkeholder, termasuk pelaku usaha dan pemerintah daerah.

Secara praktis MP3EI juga akan mensyaratkan suatu strategi yang dalam manifesitasinya dibagi pada tiga tahap, yaitu strategi pertama adalah mengembangkan potensi melalui enam koridor ekonomi tersebut dengan cara mendorong investasi BUMN, Swasta Nasional dan FDI dalam skala besar pada 22 kegiatan ekonomi utama, disertai dengan memperkuat konektivitas nasional melalui sinkronisasi rencana aksi nasional untuk merevitalisasi kinerja sektor riil, yang salah satu oreintasinya adalah melakukan debottlenecking dengan langkah menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan utama untuk memaksimalkan pertumbuhan berdasarkan prinsip keterpaduan, bukan keseragaman, memperluas pertumbuhan dengan menghubungkan daerah tertinggal dengan pusat pertumbuhan melalui inter-modal supply chain systems, dan menghubungkan daerah terpencil dengan infrastruktur & pelayanan dasar dalam menyebarkan manfaat pembangunan secara luas. 

Sementara itu strategi lainnya yang sangat penting adalah adalah pengembangan Center of Excellence pada setiap koridor ekonomi, dengan ekspektasi untuk mendorong pengembangan SDM dan IPTEK yang sesuai kebutuhan peningkatan daya saing. Percepatan transformasi inovasi dalam ekonomi yang dilakukan melalui:
  • Pengembangan modal manusia berbasis ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi secara terencana dan sistematis.
  • Memasukkan unsur Sistem Inovasi Nasional (SINas) dan berbagai upaya transformasi inovasi dalam kegiatan ekonomi.

Dengan sistem pemerintahan Indonesia saat ini pendekatan pemanfaatan inovasi dapat dilakukan secara lebih terintegrasi dari tingkat daerah hingga nasional melalui Sistem Inovasi Daerah (SIDa) dan Sistem Inovasi Nasional (SINas). Dengan demikian, pemanfaatan inovasi dapat lebih memperhatikan ciri khas daerah masing-masing. Kondisi ini jika disertai dengan meningkatnya kualitas SDM yang kita miliki dapat menjadikan kita sebagai salah satu aktor penting di era globalisasi saat ini, posisi kita akan sangat diperhitungkan di kancah Internasional.

Pada tanggal 25 April 2012 telah ditandatangani Peraturan Bersama Menristek dan Mendagri yang tentang Penguatan Sistem Inovasi Daerah (SIDa) yang bertujuan untuk mengatur kebijakan penguatan, penataan unsur dan pengembangan SIDa secara terkoordinasi, agar dapat menjadi sebuah instrumen untuk memperkuat peran iptek dalam sistem inovasi di daerah, yang merupakan pilar penting untuk membangun Sistem Inovasi Nasional (SINas) yang tangguh.

Peraturan bersama tersebut mencerminkan bahwa, di masa mendatang perkembangan Iptek harus dilandaskan pada suatu sistem yang melibatkan masyarakat luas dan mendorong partisipasi dunia usaha secara aktif, memenuhi persyaratan-persyaratan pasar, dan dapat memfasilitasi perkembangan kepentingan sektor produksi serta dinamika persaingan dunia usaha yang sehat.

Hadirin sekalian yang saya hormati,
Dalam rangka memperkuat SDM dan Iptek bangsa kita, kapasitas tingkat pendidikan SDM menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan. Saat ini, tingkat pendidikan SDM di Negara – Negara OECD menunjukan bahwa SDM dengan tingkat pendidikan menengah dan tinggi ada lebih dari 70% dari Total SDM berpendidikan, Malaysia pun memiliki tingkat pendidikan SDM dimana lebih dari 70% SDM mereka memiliki tingkat pendidikan menengah dan tinggi. Jika dibandingkan Negara – Negara OECD maupun Malaysia, kondisi tingkat pendidikan SDM di Indonesia masih sangat jauh tertingal dari komposisi yang ideal. Jumlah SDM dengan pendidikan menengah-tinggi di Indonesia hanya mencapai kurang dari 30% (menegah 22,4%, tinggi 7,2%), hal ini tentu harus menjadi perhatian dan prioritas bagi kita untuk dapat membenahi dan meningkatkan profil SDM yang kita miliki.

Hadirin sekalian yang saya hormati,
Dalam forum global, BRIC – Brazil, Rusia, India, dan China seringkali dijadikan sebagai benchmark pembangunan ekonomi bagi negara berkembang. Keberadaan Indonesia sendiri sering dipertanyakan untuk masuk ke dalam jajaran leading developing countries ini. Dalam Global Competitiveness Index yang dikeluarkn oleh World Economic Forum setiap tahunnya menunjukan bahwa performa Indonesia dengan peringkat ke 46 dari 180 negara, berada diatas Brazil, Rusia, dan India. Bahkan performa Indonesia selama tahun 2011 berhasil melompatkan posisi Indonesia ke dalam tahapan 2 pembangunan ekonomi yang berdasar pada efficiency driven. Kemudian, performa Indonesia pada tahun 2009-2010 mendapat apresiasi yang sangat tinggi karena berhasil melompatkan posisi Indonesia dari peringkat 54 menjadi 44. Salah satu faktor pendorong peringkat Indonesia selain makro ekonomi kita yang kuat adalah sisi inovasi yang terus berkembang. Hal yang harus menjadi fokus kita sekarang adalah untuk mengaplikasikan inovasi – inovasi yang ada, hasil – hasil riset yang ada dalam suatu bentuk teknologi komersial yang dapat menjadi salah satu produk unggulan nasional.

Berbicara tentang riset, maka terdapat beragam instrumen yang terlibat di dalamnya, seperti lembaga litbang dan perguruan tinggi. Sebagaimana yang telah kita fahami selama ini, bahwa secara harfiah peranan perguruan tinggi di Indonesia memliki peranan sebagai  pilar dan fundamen dalam proses tranformasi peradaban bangsa, yang secara praktis pada manifestasinya dilakukan dalam bentuk pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat. Namun hingga kini masih terdapat hal yang masih tetap perlu diperhatikan, antara lain adalah bagaimana perguruan tinggi dapat meningkatkan mutu akademiknya di tengah keterbatasan sumberdaya yang ada? Isyu-isyu tersebut selanjutnya akan menjadi latar belakang perlunya transformasi perguruan tinggi di Indonesia.

Mengutip laporan UNESCO, Jacques Delors et al (1998) yang mengatakan bahwa peran perguruan tinggi di negara berkembang sangatlah sentral. Perguruan tinggi merupakan tempat penyiapan sumberdaya manusia untuk mendukung pembangunan nasional, baik dari tenaga madia yang terampil, maupun para pemikir dan ilmuwan peneliti yang handal. Perguruan tinggi adalah lembaga pendidikan menyumbang ilmu dan teknologi bagi masyarakat. Sebagai lembaga pendidikan, dan bukan sebagai ”pabrik sarjana”, bukan sebatas menerima mahasiswa sebanyak mungkin, membangun fasilitas fisik, namun universitas bersifat luwes dan tidak terdikte oleh kebutuhan pasar belaka. Perguruan tinggi mestinya lembaga pendidikan yang juga merupakan bagian dari kebudayaan bangsa yang tidak lepas dari nilai-nilai historis sebagai sumber identitas dan kesatuan nasional. Sebagaimana diuraikan sebelumnya, bahwa pendidikan tidak dapat lepas sama sekali dari berbagai kepentingan ekonomis-politis, maka perguruan tinggi berkewajiban dan bertanggungjawab memberi nilai kultural yang membawa perubahan masyarakat lebih beradab.Di samping itu ada misi untuk mengembangkan pendidikan yang berorientasi dimensi kultural bagi produk- produk teknologi, informasi, dan seni. Dari titik ini diharapkan ada sumbangan nyata yang berujud informasi, materi, serta karya ilmiah yang menguntungkan peradaban masyarakat, baik secara biologis, kultural, psikis, sosio-ekonomis, ekologis.

Untuk memberi pemahaman lebih utuh ihwal pendidikan tinggi sebagai sarana umum, perlu dikaitkan dengan fungsi dan manfaat pendidikan tinggi. Anthony Chambers dalam Special Role of Higher Education in Society (2005) mengidentifikasi lima fungsi pokok pendidikan tinggi. (1) Fungsi riset, terkait pengembangan ilmu pengetahuan dan penemuan ilmiah (scientific innovation); (2) fungsi pengajaran, terkait pelatihan tenaga terampil dan berkualifikasi tinggi; (3) fungsi pengabdian, terkait layanan jasa bagi masyarakat; (4) fungsi penyiapan individu sebagai warga negara yang baik guna membangun masyarakat beradab dan demokratis; dan (5) fungsi kontrol sosial, kritik publik, dan penjaga moral agar perilaku masyarakat tetap merujuk nilai-nilai etika sosial yang berlaku umum. Jelasnya, dalam hal ini pendidikan tinggi memberi manfaat besar bagi individu dan masyarakat, secara ekonomi ataupun sosial.

Hadirin sekalian yang saya hormati,
Munculnya kesadaran (awareness) bahwa Indonesia memerlukan suatu perguruan tinggi yang dapat diandalkan dalam kompetisi global merupakan faktor penting dalam memulai suatu perubahan. UU Sistem Pendidikan Nasional yang mengamanatkan pendidikan memperoleh 20% dari APBN merupakan peluang untuk melakukan transformasi pendidikan tinggi di Indonesia. Namun, diperlukan keberanian untuk melakukan perubahan. Perguruan tinggi harus mampu dalam mengembangkan jati dirinya, dan menyerap keterampilan management best practice sehingga dapat menjalankan “good university governance”. Meskipun telah ada peningkatan anggaran pendidikan, namun hingga kini masih terdapat pertanyaan yang belum terjawab, mengapa perguruan tinggi di Indonesia belum dapat menghasilkan lulusan yang mampu berkompetisi di pasar tenaga kerja global? Proses belajar yang berlangsung di kampus seharusnya memberikan jaminan mutu pada ketiga faktor kompetensi knowledge, skill, dan attitude. Ketidakmampuan bersaing ini disebabkan karena terdapat kesenjangan antara kualifikasi yang diperlukan dengan kompetensi lulusan. Idealnya suatu perguruan tinggi harus dapat menyiapkan lingkungan belajar yang kondusif untuk terbentuknya kompetensi tersebut.

Indonesia dengan potensi sumberdaya alam yang luar biasa diharapkan dapat menjadi yang terbaik dalam mewujudkan kemandirian bangsa. Namun diakui berbagai upaya harus dilakukan untuk meningkatkan produksi yang telah menjadi program pemerintah dalam MP3EI khususnya untuk mendorong pengembangan 22 kegiatan ekonomi utama (pertanian, perikanan, pertambangan, industri, migas dsb) membutuhkan SDM yang memiliki keahlian dan kompetensi untuk menumbuhkan inovasi dan teknologi dengan memberi nilai tambah. Kata kuncinya adalah  “Mempercepat Proses Inovasi dan Teknologi” dalam rangka untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di Indonesia”. Untuk itu, Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang dituntut lebih berperan aktif dalam meningkatkan kapasitas SDM dan Iptek guna mempercepat proses inovasi teknologi di Indonesia.

Demikian hal-hal yang dapat saya sampaikan dalam kuliah umum ini, Saya selaku Menteri Negara Riset dan Teknologi RI berharap agar Universitas Palangkaraya sebagai salah satu perguruan tinggi terbaik di Indonesia segera memposisikan diri sebagai “Center of Excellence” untuk mengambil langkah-langkah strategis dalam meningkatkan kemampuan SDM dan pengembangan Iptek melalui pengembangan pusat-pusat riset unggulan yang berbasis pada kemampuan sumber daya lokal.

Semoga Allah SWT, senantiasa melimpahkan rahmat dan ridhaNya kepada kita sekalian. Amin ya Rabbal Alamin.
Terima kasih.

Wabillahi Taufik Wal Hidayah,
Wassalam Mu’alaikum Warrohmatullahi Wabarokatuh.


Menteri Negara Riset dan Teknologi
Gusti Muhammad Hatta

http://www.ristek.go.id/index.php/module/News+News/id/12205

0 komentar:

Posting Komentar